Do You See?

Yes, she is real.

Do you need a reason to fall in love? Probably not. In fact, it’s easy. It’s as fast as a hot knife through a buttered biscuit. The sense slipped without you noticing.

But being in a relationship? It’s hard. And committing, adjusting, sacrificing, it’s hard. However, if it’s the right person, then it’s easy. Looking at that girl, and knowing she’s all you really want out of life,

… that should be the easiest thing in the world.

P.S: Written after marathon of How I Met Your Mother, but in this case, it’s How I Met You 🙂

Kompromi Sejauh Mana?

Katanya, Indonesia itu negara yang sangat fleksibel. Jenis-jenis orangnya pun, bisa dibedakan dengan gampang. Lihat dari cara mereka mengartikan kata ‘atur’.

Antara “ikut aturan” atau “bisa diatur”.

Segampang itu.

Ketidatahumaluan gue seringkali berakhir pada sesuatu yang lumayan menarik. Contohnya seperti kemarin malam. Jam sembilan gue naik taksi Blue Bird dari Cipaganti, dan sepanjang perjalanan gue nyapa-nyapa ga jelas gitu, tapi ternyata supirnya ramah juga sih. Dan kita nyambung. Tidak dalam konteks romantis tentunya. Aih.

Pak Maimun, sang supir, curhat mengenai kedigdayaan pemerintah, yang berbanding terbalik dengan ketidakberdayaan rakyat. Beliau bercerita bahwa dahulu ia bekerja di Jakarta dengan profesi yang sama, namun perusahaannya bangkrut dan ia harus pindah ke Bandung dua tahun lalu. Ia senang bekerja di Blue Bird, namun mengeluh akan aturannya. “Masalah aturan, perusahaan ini memang super ketat”, tambahnya. Pergi mobil harus mulus, pulang pun tetap dalam kondisi yang sama. Baret sedikit, supir yang nanggung. Walaupun bukan salah sang supir. Segel di dasbor, radio dan GPS pun harus senantiasa terjaga. Kalau segel hilang, siap juga hilang pekerjaan. Bahkan gilanya, Blue Bird pun punya karyawan khusus yang bertugas mengawasi tiap supir taksi secara acak. Memakai motor. Di perempatan, karyawan tersebut akan tiba-tiba membuka pintu mobil dan kalau tidak terkunci, sanksi untuk supir menanti. Argo, posisi taksi pun dikontrol penuh lewat GPS.

Aturan memang ketat, tapi supir bisa merasa aman.

Nah, beberapa minggu sebelumnya, gue juga sempat ngobrol (dengan ketidaktahumaluan yang sama) sama seorang pengemudi becak (kenapa nggak supir? Soalnya aneh kedengerannya). Pak Suhadi namanya. Waktu itu pukul setengah sepuluh malam, dan gue males jalan ke BIP buat nyari angkot. Dan aneh aja gitu ya, ada satu becak nongkrong di dekat perempatan Riau selarut itu. Tanya kenapa. Dan selama perjalanan, gue jadi tahu alasannya pas beliau cerita.

Ternyata, setiap malam di daerah situ selalu ada ‘tamu’ yang datang mencari ‘wanita’, dan supir becak ini bertugas ‘mengantarkan’ bagi yang mau. Lumayan loh, katanya. ‘Jasa’ satu ‘wanita’ bisa dihargai 500 ribu permalam, dan komisinya bisa 10%. Tapi walaupun begitu, menurut beliau, dia tidak ‘mengantar’ pada ‘wanita’ sembarangan, bukan yang di jalanan. “Harus bisa menjamin keselamatan dan kepuasan kedua belah pihak dong”, ujarnya.

Dan gue tidak menyarankan anda-anda yang baca buat ke Riau mencari Pak Suhadi yah -_-”

Gue sama sekali nggak membuat pembenaran pada kepatuhan Pak Maimun yang ‘manut’ aja walaupun peraturannya agak berlebihan. Atau kebandelan Pak Suhadi yang sebenarnya bukan sesuatu yang benar untuk dilakukan. Mungkin mereka harus, untuk menghidupi keluarga, berkompromi dengan sistem, dengan cara mereka sendiri.

Yang satu patuh pada aturan, yang lain melanggar norma. Tapi semuanya masih terlihat wajar. Dan mungkin memang inilah cara masyarakat bekerja sebagai sebuah sistem. Toleransikah alasannya? Atau diantara kita sama sekali tidak ada yang peduli?

Entah.

Bukan, ini bukan Pak Suhadi.


Minggu-minggu Neraka

Pertama-tama, gue mau memberikan selamat buat semua yang keterima di universitas dan fakultas yang diimpi-impikan, juga ikut gembira atas pencapaiannya. You guys rock!

Dan buat yang belum, pasti Tuhan telah menyiapkan rencana-Nya, yang sesuai dengan apa yang telah kita usahakan. Cheer up!

Ah, pokoknya gue turut bahagia buat semuanya. Walaupun lagi UKK (jadi rada kontradiktif kalimatnya). Ya lumayan jadi berita bagus lah setelah yakin hasil rapot kenaikan nanti bakalan jadi surat wasiat. Ahem.

Dan gue salut buat yang berani menunjukkan komitmennya buat nggak nyontek dengan pakai pita biru selama UKK. Tapi gue juga gak pake sih, selain karena satu-satunya pita yang berasosiasi dengan gue adalah cacing pita, gue juga ternyata nggak terlalu yakin dengan diri gue sendiri. Hehe.

Ulangannya? Tentu saja… luluh lantak. Mau nanya, gue duduknya paling depan. Mau ambil hape, celana gue kesempitan. Mau maksa, dilema. Begitu ada kesempatan.. eh langsung “TEEEEEEEEET! Waktunya habis!”. Mampus aja.

Tapi berkat itu juga, gue menyadari satu hal.

Gue, selama ini, selalu mencari pembenaran kalau gue nggak bisa atau males buat ngerjain sesuatu. lagi ada urusan inilah, dispen itulah dan jutaan alasan lainnya. Menunda, dan menunda lagi. Sampai semuanya numpuk di luar kapasitas gue. Mengeluh, dan mengeluh kembali.

Akhirnya, kondisi yang disalahin. Jadi kambing hitam atas cara gue menangani hidup yang nggak pernah realistis.

Padahal, di saat yang sama, orang lain juga nggak pernah menunda dan mengeluh. Mereka tahu apa yang mereka mau, dan realistis buat mencapainya. Mereka tahu beberapa hal memang harus dikorbankan, tapi memang itu harga yang harus dibayar buat meraih apa yang mereka impikan. Mereka sadar pilihan yang mereka buat, dan mereka mau menjalani konsekuensinya.

Itu hal yang dari dulu gue nggak punya.

Selama ini, gue nggak pernah fokus, dan nggak pernah bisa nentuin prioritas. Gue bahkan punya julukan.”Yes Man”, saking gak bisa nolaknya.  Entah mau dibawa kemana hidup gue, selain memenuhi ekspektasi orang-orang.

Gue rasa, sekarang gue siap buat memilih apa yang gue mau. Ngelihat orang-orang begitu berani ambil resiko, menikmati hasil manis dari apa yang mereka usahakan selama ini, entah kenapa, semangat gue terbakar. Walaupun sebenarnya rada telat juga karena pra-UKK-pasca (baca: minggu-minggu neraka) udah mau selesai, tapi minimal gue punya semangat baru sekarang. Inilah satu-satunya momen di mana gue tahu apa yang harus gue lakukan mulai saat ini.

Do only what you love doing and know all the reasons 🙂